KANAL, TANJUNG SELOR – Ketua Komisi Informasi Provinsi Kalimantan Utara (KI Kaltara), Fajar Mentari, mengkritik rencana kenaikan tarif air bersih oleh Perumda Air Minum Danum Benuanta mulai Juni 2025. Ia menilai langkah tersebut tidak dibarengi dengan keterbukaan informasi yang memadai, dan berpotensi melanggar prinsip-prinsip dasar tata kelola pemerintahan yang baik.
Tarif air direncanakan naik dari Rp 2.500 menjadi Rp 3.500 per meter kubik—kenaikan hampir 50 persen. Fajar mengingatkan bahwa dalih tarif tak naik selama 10 tahun tidak cukup kuat tanpa transparansi kondisi internal perusahaan.
“Yang jadi persoalan bukan hanya kenaikannya, tapi minimnya keterbukaan informasi publik. Ini bisa menimbulkan miskomunikasi, misinformasi, bahkan disinformasi,” ujarnya saat diwawancarai, Kamis (22/5/2025).
Transparansi Diabaikan, Lembaga Pengawas Tidak Dilibatkan
Fajar menyoroti bahwa kebijakan kenaikan tarif tidak melibatkan lembaga-lembaga pengawas seperti Komisi Informasi, Ombudsman, atau lembaga perlindungan konsumen seperti YLKI. Padahal, kata dia, keterlibatan lembaga pengawas sangat penting untuk memastikan keputusan tersebut berdasar dan sesuai prosedur hukum.
“Kami tidak mempersoalkan kenaikannya, tetapi menekankan pada kepatuhan PDAM terhadap UU Keterbukaan Informasi Publik. Jangan asal putuskan, lalu masyarakat yang harus menanggung akibatnya,” tegasnya.
Ia juga menyinggung bahwa Perumda Air Minum Danum Benuanta (PDAM Bulungan) tidak pernah menyampaikan laporan tahunan ke Komisi Informasi, padahal hal itu merupakan kewajiban yang diatur dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).
“Apakah PDAM Bulungan sudah punya Standar Layanan Informasi Publik? Kalau belum, perbaiki dulu itu. Jangan langsung bicara soal kenaikan tarif,” tantangnya.
Potensi Sanksi hingga Pidana
Fajar menjelaskan bahwa pelanggaran terhadap UU KIP bisa dikenakan sanksi, mulai dari teguran tertulis, pembinaan, denda administratif, hingga sanksi pidana jika pelanggaran dilakukan secara sengaja dan merugikan publik.
“Menyembunyikan informasi publik yang seharusnya terbuka bisa dikenakan sanksi pidana. Bahkan sampai pencabutan izin operasional dalam pelanggaran berat,” paparnya.
Minta DPRD Tak Gegabah Beri Persetujuan
Fajar juga mengingatkan DPRD Kaltara agar tidak terburu-buru menyetujui usulan kenaikan tarif tanpa mengkaji dampak hukum dan sosialnya secara menyeluruh. Ia menegaskan perlunya mempertimbangkan pendapat dari lembaga-lembaga pengawas yang memiliki mandat sesuai undang-undang.
“Kita negara hukum, ada mekanisme yang harus dipenuhi. Jangan sampai keputusan ini cacat prosedur dan berujung pada konsekuensi hukum,” ucapnya.
Ia menutup dengan menekankan pentingnya transparansi dalam seluruh aspek layanan publik, termasuk laporan keuangan, indikator kinerja, audit internal, penggunaan bahan kimia, hingga tingkat kebocoran air.
“Semua ini harus dilaporkan secara terbuka. Tanpa transparansi, kebijakan seperti ini hanya akan menambah ketidakpercayaan publik,” pungkasnya.